Jumat, 26 Februari 2010

Tugas Proyek Kecil

Anak-anak yang berusia enam sampai sebelas tahun termasuk dalam periode perkembangan middle childhood atau masa kanak-kanak madya. Pada tahap ini, perkembangan anak tidak hanya berkembang pesat pada fisik saja, tetapi juga pada kognitif anak. Salah satunya perkembangan linguistik anak, yang mencakup penggunaan tata bahasa, kemampuan verbal, dan juga penguasaan kosa kata. Anak-anak usia sekolah dapat menerapkan aturan-aturan ketatabahasaan, seperti sintaksis, semantik, dan pragmatis. Kemajuan tersebut melibatkan peran serta orang tua serta tenaga pendidik yang mengajarinya. Namun, perkembangan linguistik anak juga tidak dapat dilepaskan dari penguasaan akan kosa kata. Sepanjang usia sekolah, penambahan kosa kata anak-anak terjadi tidak teratur. Anak lelaki memiliki lebih banyak kata-kata populer yang kasar dan kata-kata makian karena kata-kata tersebut dianggap sebagai pertanda kejantanan. Anak perempuan mempunyai kosa kata yang lebih banyak terhadap warna serta kegiatan yang mencakup penggunaan warna, seperti menata rumah boneka. Biasanya anak-anak mendapatkan tambahan kosa kata baru dari buku bacaan, pembicaraan dengan teman sebaya, serta melalui televisi.

Proposal yang lebih lanjut silakan klik Proyek

26 Februari 2010
Kelompok L:
091301026 Susi Trisnawaty
091301042 Desy C.M.
091301052 Antony
091301076 Margareth N.S.
091301090 Niputu Defi

Selasa, 23 Februari 2010

Tugas Individu 2

Fenomena Ubiquitous Computing Terhadap E-leanrning; Tugas 2

Apa itu Ubiquitous Computing?
Ubiquitous computing (dikenal juga dengan istilah pervasive computing) merupakan generasi ketiga dari perkembangan teknologi komputasi. Dulu, orang-orang menggunakan komputer berukuran besar yang dikenal dengan mainframe; digunakan secara bersama-sama oleh beberapa orang (one computer, many people). Dalam perkembangan selanjutnya,teknologi mainframe digantikan oleh teknologi PC; membuat penggunaan komputer menjadi lebih praktis. Ukuran komputer menjadi lebih kecil, portable, murah & mudah digunakan, serta lebih fungsional dibanding generasi terdahulu. Kemudahan ini menyebakan penggunaan komputer semakin lazim di masyarakat. Apalagi kini teknologi komputer didukung dengan jaringan internet yang membuat komputer menjadi salah satu alat komunikasi favorit di dunia. Istilah ubiquitous sendiri berarti muncul atau terjadi dimana-mana. Istilah ini dikembangkan oleh seorang peneliti di Xerox PARC, Mark Weiser. Menurut Weiser, ubiquitous computing memungkinkan individu memakai berates-ratus device (alat) komputasi wireless dalam berbagai aspek kehidupannya. Ubiquitous computing menekankan pada distribusi komputer ke lingkungan, ketimbang personal (Santrock, 2008). Hal ini menyebabkan penggunaan komputer yang terjadi dengan sendirinya, tanpa perlu kita memikirkannya (natural). Fenomena ubiquitous computing dapat kita lihat di bidang ekonomi bisnis/perbankan, komunikasi, kesehatan, dan banyak lagi.
Lantas apa itu e-learning?
Istilah e-learning sangat populer beberapa tahun belakangan. Huruf e pada kata e-learning berarti elektronik. Sehingga e-learning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa peralatan elektronik, seperti jasa audio, video, perangkat komputer, ataupun kombinasi dari ketiganya (Munir, 2008). E-learning memungkinkan proses belajar-mengajar terjadi dimana saja dan kapan saja tanpa terbatas ruang dan waktu. Pengajar cukup mengupload materi pelajaran di situs yang tersedia dan pendidik dapat mengaksesnya dimana pun. Meski begitu, perlu diperhatikan bahwa sistem pembelajaran e-learning tidak terfokus pada e-nya, tetapi fokus pada learningnya.
Jadi, apa kaitan ubiquitous computing dengan e-learning?
Fenomena ubiquitous computing tidak dapat diragukan lagi membawa pengaruh besar terhadap pelaksanaan sistem pembelajaran berbasis e-learning. Fenomena ubiquitous computing menunjukkan pada kita bahwa pemanfaatan teknologi telah memasuki sendi-sendi kehidupan setiap individu. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa setiap individu mulai menguasai, bahkan mengikuti perkembangan teknologi. Tentu saja, fenomena ubiquitous computing sejalan dengan proses penerapan sistem pembelajaran e-learning. Sistem pembelajaran e-learning merupakan sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered), dimana peserta didik diharapkan aktif dalam mencari informasi yang berkenaan dengan materi pelajaran. Media pembelajaran e-learninng di sini dikhususkan pada media komputer yang terintegrasi dengan jaringan internet. Penggabungan antara ubiquitous computing dan e-learning menghasilkan fenomena ubiquitous learning, dimana proses pembelajaran dilaksanakan melalui bantuan teknologi komputer dan dapat digunakan dimana saja dan kapan saja; memanfaatkan wireless local area network (WLAN) ataupun modem. Fenomena ubiquitous learning sendiri telah berkembang di negara-negara maju, bahkan beberapa software juga telah dikembangkan untuk mendukung proses pembelajaran, yakni Learning Management System (LSM) yang tidak hanya digunakan oleh anak-anak sekolah tetapi juga mahasiswa. LSM tidak hanya berisi materi-materi pelajaran yang diatur dengan cara standar, tetapi juga berisi modul, kuis, dan bahan diskusi yang diintegrasikan dengan sistem informasi yang tersedia. Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi revolusi besar dalam sistem pendidikan dunia. Meski perkembangannya masih terbatas di negara-negara maju, diharapkan ubiquitous learning juga dapat berkembang di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tentunya dengan bantuan teknologi komputasi yang memadai dan sumber daya manusia yang mahir memanfaatkan teknologi.





Referensi:
Munir.2008.Kurikulum Berbasis TIK.Bandung:Penerbit Alfabeta.
Santrock, J.W.2008.Psikologi Pendidikan Edisi Kedua.Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Sumber lainnya:
http://elearnmag.org
http://ijg,cgpublishers.com
http://www.shvoong.com
http://www.wikipedia.org

Kamis, 11 Februari 2010

Barang Mewah tak Terpakai;Tugas 1

Peradaban manusia selalu berkembang. Kualitas manusia sekarang lebih baik dibandingkan dengan manusia dulu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Tidak dapat dipungkiri, perkembangan iptek sekarang memasuki tahap eksplosi (ledakan) sehingga tidak mungkin manusia memisahkan setiap bagian kehidupannya dari teknologi. Hal tersebut berlaku juga dalam perkembangan pendidikan.

Kalau kita amati, ada perbedaan yang menonjol antara murid-murid sekarang dengan murid-murid beberapa dekade lalu. Pada zaman sekarang, murid tidak hanya dituntut untuk mendapatkan nilai bagus ataupun life skills (kecakapan hidup) saja, tetapi juga kemampuan berbasis teknologi. Hal tersebut dapat kita lihat dengan dimasukkannya TIK ke dalam kurikulum pembelajaran dan diperkenalkannya metode pembelajaran berbasis e-learning. Bukan hanya itu, sekolah sebagai media pembelajaran harus siap dan mampu menerapkan sistem kurikulum yang berbasis TIK serta mempersiapkan fasilitas yang diperlukan guna mendukung siswanya dalam menguasai penggunaan teknologi. Selain itu, tenaga pengajar juga harus diperkenalkan dengan teknologi sehingga mereka bisa mengarahkan peserta didiknya untuk tetap beretika dalam memanfaatkan teknologi.

Ini adalah salah satu pengalaman saya beberapa tahun yang lalu.Di sekolah saya (sebut saja sekolah X), pihak sekolah telah mempersiapkan anggaran yang tidak sedikit dalam rencana pengadaan laboratorium bahasa. Tentu saja pada saat itu, saya dan teman-teman saya merasa tertarik dan sangat bersemangat. Selama beberapa pekan hal tersebut menjadi bahan pembicaraan semua siswa. Tak sedikit siswa yang tidak sabar untuk segera menggunakan fasilitas yang tergolong mewah itu. Beberapa guru lain masih mempertanyakan tujuan pengadaan fasilitas mewah tersebut dan ada juga sebagian guru yang beranggapan bahwa pengadaan laboratorium bahasa hanya buang-buang uang semata. Pro dan kontra terus bergulir. Sayangnya pengorbanan yang diberikan demi pengadaan fasilitas tersebut tak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Hanya segelintir guru yang mampu mengoperasikannya, itu juga setelah mendapat pelatihan khusus dari Dinas Pendidikan. Bahkan dalam praktiknya pun, laboratorium bahasa tidak digunakan dengan seharusnya. Laboratorium bahasa hanya dipakai untuk menonton film di saat guru pelajaran B.Inggris berhalangan hadir. Di lain pihak, kurikulum yang baru diterapkan menuntut adanya praktik penggunaan internet oleh peserta didik. Ironisnya, pihak sekolah telah kehabisan dana sehingga belum mampu menyediakan fasilitas internet gratis bagi anak didiknya. Lantas apa yang terjadi? Akhirnya guru TIK mengambil inisiatif untuk “memboyong” kami sekelas ke salah satu warnet yang berada dekat dengan lokasi sekolah. Tentu saja sehari sebelumnya, sang guru telah mem-booking warnet tersebut terlebih dahulu. Akibatnya proses belajar-mengajar menjadi kurang efisien, karena sang guru tidak dapat mengawasi setiap murid-muridnya. Bukan hanya itu, keberadaan kami yang masih lengkap dengan seragam tentu mengundang perhatian banyak orang. Tapi sang guru tetap antusias dalam mengajar kami. Saya akui hal ini sangat memalukan. Barang mewah yang susah payah diperoleh justru teronggok begitu saja karena ketidakmampuan guru dalam mengoperasikannya.

Tak dapat dipungkiri kecanggihan teknologi memang membawa banyak manfaat khususnya dalam dunia pendidikan. Sekolah seharusnya tidak hanya memfasilitasi anak didiknya dengan alat-alat teknologi saja, tetapi juga harus membekali tenaga pendidik dengan kemampuan untuk menggunakannya. Karena apalah artinya sebuah teknologi tanpa adanya tenaga yang menngoperasikannya. Ibaratnya seperti komputer tanpa adanya software. Sama sekali tak terpakai semahal apapun harganya.

Penulis meminta maaf apabila ada kesalahan teknis seperti pengetikan ataupun ejaan yang dinilai kurang baik. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat memotivasi penulis untuk berkarya lebih baik lagi.

Referensi:

Munir.2008.Kurikulum Berbasis TIK.Bandumg:Alfabeta.

Santrock, John.W.2008.Psikologi Pendidikan Edisi 2.Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Senin, 08 Februari 2010

Hasil diskusi 1

Bagaimana pandangan dan penilaian kelompok anda sehubungan dengan kewajiban setiap mahasiswa yang mengikuti mk.psikologi pendidikan 3 sks ta. 2009/2010 harus memiliki e-mail dan blog ditinjau dari uraian psikologi pendidikan dan fenomena pendidikan di Indonesia, Medan khususnya

Menurut kelompok kami, kewajiban mahasiswa memiliki e-mail dan blog sangat efektif dalam mengaitkan proses belajar-mengajar dengan pengetahuan yang berbasis teknologi. Apalagi teknologi(dalam hal ini e-mail dan blog) dapat menjadi wadah antara dosen dan mahasiswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam menanggulangi minimnya kesempatan bertatap muka dalam proses belajar-mengajar. Hal ini dikarenakan program pendidikan bertujuan menyiapkan peserta didik dalam melaksanakan perannya di masa mendatang. Hal ini juga dibarengi dengan pengajar yang membentuk kemampuan adaptasi terhadap keadaan dan tantangan dalam life skills yang didasarkan pada konsep belajar untuk tahu, untuk bisa, dan belajar hidup serta menjadi dirinya sendiri.
Sedangkan dapat kita lihat, sosialisasian penggunaan e-mail dan blog di dalam sistem pendidikan di kota Medan masih relatif kurang. Oleh sebab itu, pengenalan serta penggunaan e-mail dan blog pada mata kuliah Psikologi Pendidikan sangat membantu mahasiswa khususnya dalam mensosialisasikan fasilitas ini. Diharapkan di tengah ledakan perkembangan iptek sekarang sumber daya manusia Indonesia menjadi sumber daya manusia yang produktif dan “melek” teknologi

Anggota kelompok: